Laman

Selamat Datang Pembaca Yang Budiman

Silakan Tinggalkan Pesan Ataupun Tanggapan Anda di Kolom Komentar, Terimakash.
https://twitter.com/togitampu

Jumat, 22 April 2011

Si Kakek Azaib & Lolosnya Saya Dari Maut "BONO" Sungai Kampar

          Tanggal 24 Desember 2003 Saya dapat izin merayakan Natal dan Tahun Baru 2004. Sehari sebelumnya saya dan rekan-rekan merayakan Hari Kelahiran saya. Esok paginya tepat 24 Desember 2003 saya berangkat cuti Natal ke Pekanbaru, saat mau berangkat seorang rekan mengingatkan saya agar berhati-hati di perjalanan mengingat Sungai Kampar adalah rute yang sangat membahayakan. 
Sungai Kampar dapat dilalui jika air laut mulai pasang, karena jika surut sungai ini sangat dangkal, di beberapa tempat tertentu hanya sekitar 60cm. Setiap mengalami pasang surut selalu membawa pasir halus yang membuat sungai menpunyai alur yang berpindah pindah dan sulit diprediksi alur mana yang dangkal atau dalam. Sungai Kampar ini juga mengalami penyempitan dibeberapa tempat dan tempat paling lebarnya mencapai kira-kira 1,5 km. Saat mengalami pasang, Sungai ini gelombangnya sangat tinggi, dengan ketinggian gelombang pasang mencapai 6 meter ( menyerupai gelombang Tsunami di Pekanbaru-Riau dinamakan "BONO" ) dan ini terjadi setiap hari dan juga mungkin satu-satunya di Dunia. Gelombang tinggi ini mungkin di karenakan arus gelombang pasang yang masuk ke Sungai Kampar dari dua tempat yang berbeda serta besar dan bertemu dalam satu sungai yaitu Sungai Kampar.
Pagi-pagi sebelum berangkat terlebih dahulu menelepon Isteri saya agar siap-siap menyambut kedatangan saya di rumah. Maklum saat itu saya dan Isteri sudah hampir tiga bulan tidak bertemu ( tidur bersama ) jadi ngga salah dong kalau sang suami di sambut dengan istimewa. ( jadi ingat masa-masa indah dulu ). Dimana jarak tempuh dari Sibekek ( Pulau Muda ) ke Pangkalan Kerinci sekitar 3 jam.
          Sekitar jam 8 pagi saya tiba di pelabuahan Sibekek-Pulau Muda-Kepulauan Riau. Saya masih menyempatkan diri minum kopi setelah membeli tiket sambil menunggu Speed Boat berbahan kayu dari Tangjung Batu menuju Pangkalan Kerinci via Sungai Kampar. Pagi itu minum kopi hangat terasa nikmat dengan hembusan angin yang sejuk. Tidak lama kemudian Speed Boad tiba di pelabuhan, saya dan para calon penumpang lainnya bergegas turun untuk mengambil tempat duduk, sebab tiket tidak disertai dengan nomor tetapi siapa yang duluan masuk saja. Semua calon penumpang berusaha memilih tempat duduk paling belakang untuk menghindari hempasan gelombang. kalau dapat tempat duduk paling depan alamat Pinggang bakanlan rontok dan Bola kecil warisan harus punya pengaman Extra ketat supaya tidak menetas.
            Setelah mendapat tempat duduk dan meletakkan barang sebagai tanda pemilik, saya kembali naik ke Dermaga untuk meneruskan minum kopi sambil menunggu kepastian keberangkatan. Dimana rute perjalanan Speed Boad harus di sesuaikan dengan gelombang pasang air laut, kalau air laut surut Sungai Kampar ini tidak bisa dilalui karena dangkal, bahkan di alur tertentu kedalamannya hanya setinggi lutut orang dewasa.
          Hanya beberapa menit kemudian Operator menginstruksikan agar para penumpang menempati tempat duduk masing-masing karena speed boad akan segera berangkat. mendengar informasi seperti itu saya dan penumpang lainnya memprotes sebab air sungai masih surut , tapi omongan kami tidak di gubris oleh sang nahkoda. Dengan berat hati kami memasuki speed boad, kalau tidak berarti harus menunggu jadwal besok paginya karena speed boad hanya satu kali dalam sehari.
Dengan penumpang berjumlah 72 orang, speed boad yang akan menelusuri Sungai Kampar mulai meluncur. Setelah setengan jam perjalanan yang kami khawatirkan pun terjadi, speed boad yang kami tumpangi terkandas di tengah-tengah sungai. Semua umpatan-umpatan kotor keluar dari mulut penumpang ke Operator ( Cinchau ) speed boad tersebut. Namun demikian kami segera menyadari situasi dalam bahaya dan telah mengancam nyawa. Dengan suasana kacau dan panik kami turun dari dalam speed boad kecuali seorang ibu dan bayinya yang berumur tiga bulan. Dengan kekuatan 70 orang penumpang ditambah nahkoda 3 orang kami mencoba menyeret speed boad ke alur sungai yang dalam namun semuanya sia sia, tidak sedikitpun speed boad begerak yang ada malah masuk beberapa cm terhisap ke dalam pasir. Dengan suasana kacau dan panik seperti itu, masing-masing penumpang memberikan argumen dengan saling membentak satu sama lain baik laki-laki maupun perempuan. Benar-benar suasana semakin panik, karena kami semua penumpang tahu " bahwa belum pernah ada yang selamat sebelumnya jika speed boad terkandas seperti itu ", dan setiap tahun selalu ada korban naas di hantam gelombang BONO Sungai Kampar. 
          Setelah berkutat hampir satu setengah jam ditengah sungai tanpa membuahkan hasil, tiba-tiba seorang laki-laki tua  atau layak di sebut kakek berhasil menenangkan suasana. Si kakek menyarankan kami mendengar dan mengikuti perintahnya, kami semua pun seperti terhipnotis dan nurut apa kata si kakek. Dimulai dari menyeret speed boat dengan mengarahkan haluan ( kepala speed boad ) ke arah datangnya pasang air laut. Dengan sekuat tenaga kami berhasil merubah arah haluan speed boad yang sebelumnya berbalik arah 180 derajat. Setelah itu dengan perintah si kakek kami masuk ke dalam speed boad, dengan posisi bediri di depan haluan si kakek mengharuskan jangan sampai ada yang mencoba menyelamatkan diri dengan mencoba berenang ke arah pinggiran sungai karena percuma, sebab arus di kiri kanan sungai sangat kuat dan bercampur pasir yang justru akan membuat dirimu jadi mayat, dengan serentak kami mengiyakan saja. Setelah itu si kakek memberi arahan kepada nahkoda speed boad  " jika gelombang pasang jaraknya sudah kira-kira 200 meter, mesin harus di hidupkan dengan posisi gigi maju ". Selanjutnya si kakek menyuruh memasang penutup speed boad yang terbuat dari terpal.
          Dengan suasana gundah gulana karena berhadapan dengan maut, para penumpang mengucap serta berdoa meminta pertolongan kepada Tuhan dengan caranya masing-masing. Selain berdoa saya melihat teman penumpang lainnya tingkahnya aneh-aneh, ada yang mengikat badannya dengan jeregen, ada yang menjerit histeris tidak jelas menyebut siapa, ada yang hanya bengong, ada yang menangis meraung-raung dan berbagai macam tingkah lainnya. Entah kenapa saat itu saya sangat tenang, dengan dibawah alam sadar, saya membuka semua pakaian yang melekat dalam badan saya, kecuali pakain dalam ( CD ), dompet dan HP saya satukan dan saya bungkus dengan saputangan kemudian saya ikatkan ke CD dengan harapan jika Speed Boad tidak berhasil meluncur/mengapung saya akan berenang menyelamatkan diri, walau itu mustahil secara logika. Didepan tempat duduk saya seoarng pemuda hendak membuang uangnya ke sungai, dengan spontan tangannya saya raih dan saya bilang STOP jangan lakukan itu, kita harus yakin bahwa kita akan selamat, kemudian si pemuda memasukkan kembali uangnya ke dalam dompetnya.
          Setelah hampir setengah jam berada didalam speed boad, saya mendengar seperti suara gemuruh, penasaran ingin tahu suara apa, kemudian saya bediri dengan menyingkap terpal penutup dan melihat kearah haluan. kebetulan saya berada paling pinggir sehingga memudahkan saya untuk berdiri "Astagaaaaa.......rupanya gelombang pasang yang ketinggiannya mencapai 4 meter sudah mendekat " sementara speed boad yang kami tumpangi terkandas di pasir. Saat berdiri melihat gelombang itu, saya perkirakan jaraknya kira-kira 2 km lagi dari posisi speed boad. Tiba-tiba saya lemas dan terduduk kembali, saya hanya bisa berdoa agar jasad saya nantinya dapat di temukan keluarga saya dan berdoa agar Tuhan mengampuni dosa-dosa saya. Saya berdoa seperti itu karena di pikiran saya saat itu  adalah mati dan mati, tidak sedikitpun terlintas di pikiran saya akan selamat lagi. Pada hal sesaat sebelumnya saya masih bisa memberikan masukan kepada teman supaya optimis akan keselamatan kami. Orang-orang di sekelingling sayapun tidak lagi saya perhatikan, saya hanya berdoa dan berdoa sekhusuk khusuknya.
          Dalam suasana berdoa, saya merasakan seperti ada yang mengombang ambingkan badan saya, dan merefleks mata saya untuk terbuka. Saat membukakan mata saya melihat speed boad sudah terapung diatas air, rasanya seperti di alam mimpi, dan saya coba mencubit lengan saya benar saja sakit, dan seketika itu saya sadar bahwa kami selamat dari maut. Saya mulai memperhatikan di sekeliling saya, ternyata mereka sama seperti yang saya alami yaitu bagaikan di alam mimpi. Setelah saya menyadari terlepas dari maut, saya dan  penumpang lainnya kembali berdoa dengan cara masing-masing. Kali ini saya benar benar meneteskan air mata, dengan ter isak-isak saya berdoa mengucapakan Puji Syukur pada Yang Kuasa.
          Setelah selesai berdoa dan yakin selamat, saya pun mulai mengenakan pakaian saya, Celana, Baju dan juga Sepatu. Lantas saya menenangkan diri dan mencoba menoleh untuk mencari tempat duduk Kakek yang menjadi pemimpin saat Speed Boad terkandas ditengah sungai. Aneh bin azaib, Kakek itu tidak ada saya lihat di dalam Speed Boad. Siapakah Dia gerangan...................................................................................???.
          
             

1 komentar:

  1. wew, itu daerah t4 bou dan amangboru saya tinggal, di sibekek, tp katanya bnyk bule kalo dtg bono mereka maen ski ya? kok ga tkut mrka ya ?

    BalasHapus