Laman

Selamat Datang Pembaca Yang Budiman

Silakan Tinggalkan Pesan Ataupun Tanggapan Anda di Kolom Komentar, Terimakash.
https://twitter.com/togitampu

Senin, 28 Maret 2011

Berani Mati Demi Ibu


Juli 1998 terjadi pergolakan politik di Dilli Timor Timur, sekarang jadi Timor Leste. Berita itu saya tahu setelah mendapat cuti dari Perusaahaan tempat saya bekerja. Sebelumnya saya tidak pernah tahu apa yang terjadi karena setahun kebelakang saya menjalani Training staff ( Assistant Manager ) di pedalaman Hutan Gambut di Riau yang akan dibuka menjadi Perkebunan Kelapa Sawit. Dimana pada saat menjalai training saya beserta teman2 tidak bisa mengakses informasi dunia luar.
Setelah setahun menjalani training dan dinyatakan lulus, saya mendapat hak cuti selama 12 hari kerja. Saya berangkat dari pedalam hutan gambut dengan pemakai transportasi air ( long boat ) yang terbuat dari kayu menuju daerah kecamatan , Sei Guntung. Kemudian saya melanjutkan perjalan dari Sei Guntung naik Speed Boad menuju ke Pulau Batam. Setiba di Batam saya langsung ke Wartel ( saat itu HP masih langka ) untuk menghubungi keluarga, dari situ baru saya tahu keadaan dunia luar, dimana Indonesia sudah terjadi pergantian presiden dari Soeharto ke BJ Habibie akibat terguling oleh demo besar besaran.
Kemudian saya tahu bahwa pergolakan politik juga terjadi di Timor Leste, dimana pada saat itu Ibu saya sedang berada di sana dan butuh bantuan saya untuk membawa keluar dari Timor Leste ke Indonesia.
Tanpa pikir panjang saya langsung terbang ke Jakarta dari Batam dengan Pesawat Garuda Indonesia. Setiba di Jakarta saya langsung ke Tanjung Priok untuk mencari tiket kapal. Sial adanya, tiket sudah habis terjual dan kapal akan berangkat dua hari lagi, akan tetapi saya tidak pernah putus harapan. Saya berusaha mencari kesana kemari walau hasilnya nihil. Pada hari keberangkatan kapal, saya tetap ke tanjung priok dengan tekad bulat tetap berangkat sekalipun tanpa tiket. Saya mencoba masuk dengan cara mengendap endap, eh...malah tertangkap sama petugas kapal.
Setelah gagal masuk tanpa tiket, saya duduk termenung dengan pikiran terjutu ke Ibuku yang sedang gelisah di Timor Leste. Kemudian saya berdoa dalam hati, supaya Tuhan mengijinkan saya berangkat ke Timor Leste membawa Ibu ke Indosesia dalam keadaan sehat walafiat, saat itu umur Ibu saya sudah 68 Tahun dan sampai sekarang masih sehat walafiat ( Sekarang 81 Tahun ).
Sesaat setelah selesai berdoa, tiba2 ada orang keluar dari kapal dengan memegang tiket di tangan dan langsung menawarkan ke saya dengan setengah harga karena orang tersebut gagal berangkat setelah melihat tayangan televisi di dalam kapal. Dengan spontan saya mengambil tiket dari tangan orang tersebut dan membayar dan lansung berlari menuju kapal, sebab kapal sudah mau berangkat.
Tidak lama kemudian Kapal Tatamailau berlayar mengarungi samudra menuju Timor Leste. Setelah dua hari berlayar saya mendapat informasi bahwasanya kapal tidak di ijinkan berlabuh ke Timor Leste, dan kapten kapal memutuskankan berlabuh ke NTT Kupang. Dengan menempuh tiga hari pejalanan saya sampai di pelabuhan Kupang NTT. Dari NTT saya meneruskan perjalanan dengan jalan darat.
Kebingunagn pun sempat melanda saya, karena trayek mobil dari NTT ke Timor Leste tidak ada lagi yang beroperasi akibat pergolakan politik tersebut. Saya dan beberapa orang lainnya dengan tujuan yang sama yaitu ke Timor Leste berunding untuk mencari solusi. Akhirnya kami dapatkan mobil carteran dengan segala resiko, sebab yang punya mobil sudah mengigatkan kami akan bahaya di perjalanan. 
Dengan penjagaan dan pemeriksaan yang sangat ketat diperjalanan semua barang bawaan dan identitas diperiksa satu persatu dengan teliti. Saya sempat mengalami insiden yang menegangkan, sebab KTP saya masih berstatus Mahasiswa. Saya dicuragai sebagai LSM dari Indonesia dan sempat di tahan beberapa jam di Pos penjagaan. Dengan segala upaya saya berusaha meyakinkan para TNI yang bertugas di sana dengan menelepon saudara saya di Timor Leste, alhasil saya bisa melanjutkan perjalanan setelah medapat jaminan bisa berada di Timor Leste selama Tiga Hari dari saudara saya tersebut.
Setibanya di Timor Leste saya melihat suasana sangat mencekam, dimana mana TNI siap siaga begitu juga dengan jam malam. Beberapa bangunan terlihat hancur akibat aksi pemberontak. Selama dua hari di Timor Leste saya berusaha tahu akan sekeliling kota Dili, apa lagi Ibu saya sangat berkeinginan melihat Patung Kristus Raja secara langsung dari jarak dekat sebelum pulang ke Indonesia. Dengan suasana mencekam seperti itu dan perasaan was was saya dan saudara membawa Ibuku berkunjung ke Patung Kristus Raja. Saya sempatkan mengabadikan kunjungan itu dengan mengambil beberapa Photo disana.
kemudian di hari ketiga saya harus pulang ke Indonesia melanjutkan perjuangan hidup.














1 komentar: